Hutang Hidup

Kata mereka aku tak tahu diuntung.
Ucap mereka kepadaku,
Kau diuntung punya ayah, walaupun mati.
Kau beruntung ada gubuk, walaupun bata.
Kau beruntung hidup dalam amplop-amplop.
Kau beruntung ibu masih hidup.
Kau beruntung bekerja walaupun sekarat.
Bukannya saudaramu semua peduli, walaupun diungkit.
Bukannya kau kuliah dan bergelar?
Bukannya kau pandai berbaur?
Banyak kenalan dan dikenal guru dan dosen?
Harusnya kau banyak yang meminang, bukan?
Dengan gaya berpakaian mu itu? Haha.
Seharusnya hidupmu lebih tahu diuntung.

Ah! Sialan, otak keparat.

Kau terlalu berisik!
Selalu memutar ulang sampah sialan itu.

Apakah aku hidup seolah terlalu serakah?
Tanpa aba-aba, selalu mengeluarkan keluh.
Mungkin, pekak sekali bagi pendengar.
Memuntahkan sampah-sampah.
Saat memilih bungkam, tapi kenapa jiwaku rapuh?
Muak, jengah!
Kenapa setiap tingkah menjadi selalu terhitung?

Izinkan aku bertanya,
Apakah hidupku, telah merampas segala nafas mu?
Hingga aku benar-benar menjadi hamba yang lupa bagaimana cara menghitung pemberian Tuhannya.

5 Mei 2025, Lampung Tengah.

Komentar

Postingan Populer